Jakarta akan Tenggelam Bersama 115 Pulau Lain
Monday 22 October 2012
Perubahan
iklim global bisa menenggelamkan 115 pulau di Indonesia. Ibukota
negara pun akan tenggelam dan lebih aman jika pindah ke Pulau
Kalimantan.
Wakil Ketua Pokja
Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim Dr Armi Susandi menyatakan
kenaikan permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim global
mampu menenggelamkan wilayah pesisir RI. Ibukota Jakarta juga bisa
tenggelam jika tidak ada penanganan serius.
Oleh
karena itu ia setuju ibukota dipindahkan ke Kalimantan. “Ide yang
sangat bagus jika Jakarta bisa dipindahkan ke Kalimantan pada 2030
sebagai ibukota negara, karena potensi tingkat bahaya yang lebih
rendah. Jakarta juga sudah sangat padat dan mencemari lingkungan,”
ujarnya saat ditemui di Kampus UI Depok kemarin.
Armi
yang juga dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB mengatakan,
kajian juga menunjukkan ada 115 pulau yang akan tenggelam di Indonesia
di 2100. Sementara wilayah utara pulau Jawa juga termasuk rawan
tenggelam.
Pada
2010, permukaan air laut Indonesia diperkirakan naik 0,4 meter dan
luas wilayah yang hilang adalah 7.408 km persegi. Sementara pada 2050
diperkirakan permukaan air laut akan naik 0,56 meter dengan luas
wilayah tenggelam sebesar 30.120 km persegi.
Sedangkan
di 2100 wilayah daratan Indonesia yang akan tertutup air sebanyak
90.260 km persegi, dengan kenaikan permukaan air laut 1,1 meter.
“Dampak
bencana alam Kalimantan lebih rendah ketimbang Pulau Jawa, kenaikan
permukaan air laut perairan Kalimantan lebih rendah daripada Pulau
Jawa. Kalimantan lebih ekologis jika digunakan untuk menata kota,
tanah yang tidak sesubur pulau Jawa juga bisa menjadi alasan agar
pulau Jawa dioptimalkan unsur kandungan tanahnya,” ujar Armi.
Bappenas
dan Kementerian Lingkungan Hidup sudah melakukan kajian mengenai
kemungkinan untuk memindahan ibukota ke wilayah lain. Sedangkan
Kalimantan tidak rawan gempa, karena selain bukan pertemuan lempeng
tektonik juga tidak memiliki gunung berapi.
Namun
Armi menuturkan jika ingin membuka ibukota di Kalimantan, jangan
membuka hutan seluruhnya, karena memang struktur tanahnya berbeda
dengan Pulau Jawa.
“Antara
Palangkaraya dan Banjarmasin, saya lebih cenderung ke Palangkaraya
karena memang jika ditata akan lebih baik. Wilayah topografinya
cenderung datar sehingga memudahkan proses pembangunan, bisa menjadi
pusat pertumbuhan baru sehingga menggeser penumpukkan ekonomi yang ada
di Jawa dan menghindari perubahan iklim lebih mengancam Pulau Jawa,”
tambah Armi.
Sementara
Pengamat Ekonomi Lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Tezza Napitupulu kurang sependapat jika ibukota Republik Indonesia
hanya sekadar dipindahkan jika tata ruang wilayahnya tidak dikelola
dengan baik. Selain itu waktu kenaikan permukaan air laut akibat
perubahan iklim dinilai masih sangat lama.
“Saya
sangat setuju jika memang dipindahkan, tetapi bukan berarti akan
menyelesaikan masalah. Pemerintah sudah punya RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) yang seharusnya konsisten peruntukkannya, kantor Kementerian
LH saja ada di pinggir sungai. Jika dipindahkan ke Kalimantan lalu
tidak diatur, apa mau dipindahkan lagi ke Papua?. Kembali ke
konsistensi pelaksanaan RTRW, itu kunci dasarnya,” ujarnya.
Menurut
Tezza, ekonomi lingkungan bukan hanya tanggung jawab negara maju,
tetapi negara berkembang. Pemerintah jangan hanya mementingkan angka
pertumbuhan semata, tetapi juga memperhatikan lingkungan. Sementara
sejauh ini baru sektor energi yang diberi perhatian.
“Pembangunan
ekonomi sebaiknya difokuskan memiliki dampak lingkungan luas seperti
gorong-gorong untuk banjir jangan hanya mall, alasan lapangan
pekerjaan tidak tepat. Trade-off antara pemikiran lingkungan dengan
aspek ekonomi harus ada,” ujar Tezza.
www.nurseha.com
www.nurseha.com