Tentang Cupu Panjolo
Friday 5 October 2012
Tengah malam ribuan orang menunggu detik-detik yang cukup menegangkan
di rumah Bapak Dwijo Sumarto, Desa Mendak, Girisekar. Bau kemenyan
membuat suasana terasa mistis. Tiba-tiba terdengar suara ketika lapisan
kain mori atau bahasa indonesia kain kafan yang tak bisa dibilang putih
lagi itu satu persatu dibuka. Sontak, semua orang berebutan untuk
melihat gambar kain mori ketika seorang bapak memperlihatkan gambar yang
ada di kain itu.
Kurang lebih itulah gambaran yang selalu ada di rumah bapak Dwijo
Sumarto, ahli waris kyai Panjala. Acara yang di helat setiap pasaran
Kliwon di penghujung musim kemarau pada bulan Ruwah (dalam kalender
Hijriyah bulan Sya’ban) ini selalu dinanti-nanti oleh masyarakat yang
datang tak hanya berasal dari wilayah Gunungkidul saja tetapi juga
berasal dari beberapa wilayah lain disekitar propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, bahkan ada yang berasal dari Surabaya, Bandung, Jakarta,
Bogor.
Acara ini lebih dikenal sebagai acara pembukaan Cupu Panjala, Cupu
Panjala adalah tiga buah cupu yang disimpan dalam sebuah kotak kayu yang
berukuran kurang lebih 20x10x7 cm dan dibungkus dengan ratusan lembar
kain mori. Selanjutnya cupu ini disimpan di dalam sebuah ruangan yang
tak boleh dimasuki oleh siapa pun selama setahun sampai dengan acara
pembukaan cupu panjala berikutnya digelar kembali.
Sejak dimulai pembukaan Cupu Panjala pertama kali, benda ini telah
mengalami 3 kali perpindahan sesuai dengan pemukiman para ahli wari dari
kyai panjala. Cupu Panjala diwariskan secara turun-temurun dari
generasi tertua ke generasi berikutnya yang lebih muda. Sejak tahun
1957 sampai sekarang. Cupu panjala berada di desa Mendak, Kecamatan
Panggang Kabupaten Gunungkidul tepatnya di rumah Bapak Dwijo Sumarto
yang merupakan menantu dari generasi ke 7 dari trah kyai Panjala.
Dari tahun ke tahun, jumlah masyarakat yang datang untuk melihat secara
langsung prosesi pembukaan Cupu Panjala selalu meningkat karena tidak
ada larangan bagi siapapun yang datang. Masyarakat yang datang banyak
yang membawa ayam jago dan beberapa bahan makanan yang nantinya akan
dimasak dan dimakan oleh semua orang yang datang di acara pembukaan Cupu
Panjala. Mereka yang membawa ayam dan bahan makanan biasanya adalah
orang-orang yang membayar nazar karena keinginannya terkabul (sebagai
ungkapan rasa syukur) berkat ramalan cupu panjala. Selain itu, makanan
juga datang dari orang-orang yang mempunyai hajat (keinginan) atau
meminta berkat dari Cupu Panjala.
Besarnya sambutan masyarakat yang datang di acara pembukaan Cupu
Panjala tak lepas dari keyakinan sebagian masyarakat yang mempercayai
bahwa gambar yang terlihat dalam lapisan kain mori merupakan ramalan
yang bisa dipercaya. Gambar tersebut diterjemahkan dan dianggap sebagai
ramalan yang dihubungkan dengan keadaan sosial, perekonomian,
lingkungan hidup (alam), bahkan perpolitikan. Padahal jika ditilik dari
segi sejarah, awalnya pembukaan Cupu Panjala dilakukan sebagai upaya
untuk meramal kondisi pertanian.
Sejarah
Prosesi pembukaan Cupu Panjala dimulai dari kisah Kyai Panjala. Konon
ini bermula ketika seorang bapak yang merupakan murid Sunan Kalijaga
kehilangan anaknya dilaut. Melihat sang murid tertimpa musibah, Sunan
Kalijaga berusaha membantu dengan berpesan agar selama proses pencarian
dilaut, sang bapak harus berpuasa tujuh hari tujuh malam, membawa
segenggaman nasi, dan jala. Pesan Sunan Kalijaga dipatuhi oleh sang
murid.
Ketika jala dilemparkan ke laut, sang bapak akhirnya dapat menemukan
anaknya berikut barang berharga yang ikut terjala. Slah satu barang
berharga tersebut cupu. Sang anak yang ketika ditemukan dalam kondisi
terjala akhirnya diberi nama kyai panjala. Sedangkan cupu yang
ditemukan disebut Cupu Panjala. Cupu yang berhasil ditemukan kemudian
dibungkus dengan kain mori karena diyakini merupakan barang berharga dan
bertuah. Setelah dibungkus dengan kain ori yang berbentuk cawan kecil
tersebut kemudian disimpan dilemari. Cupu yang disimpan berjumlah tiga
buah dan diberi nama Kyai Semar Tinandu, Kyai Palang Kinantang, dan Kyai
Kethiwiri.
Beberapa saat kemudian, cupu yang tersimpan di lemari di buka. Ketika
cupu dibuka ditemukan tanda-tanda bercak air yang menempel di lapisan
kain mori. Tanda-tanda ini nampak seperti gambar dan dibaca untuk
memprediksikan situasi pertanian. Tak jarang dalam setiap pembukaan
Cupu panjala ditemukan pula beberapa benda seperti jarum, gabah kering,
kulit kacang, dan lain sebagainya. Benda-benda ini juga diterjemahkan
sebagai satu rangkaian pendukung ramalan.
Biasanya sebelum dan sesudah prosesi pembukaan Cupu Panjala diadakan
acara kenduri masal (dhahar kembul atau makan bersama) sebagai wujud
ngalap berkah (mendapatkan berkah). Menu makanan dalam dhahar kembul
tersebut terdiri dari nasi uduk (nasi gurih) dengan lauk ayam ingkung
(ayam yang diolah secara utuh), srundeng (kelapa yang diparut kemudian
digoreng), dan lalapan. Pengunjung yang datang ke lokasi Pembukaan Cupu
Panjala diwajibkan untuk dhahar kembul (dengan syarat satu piring
dimakan untuk 2-3 orang).
pariwisatagunungkidul.com