-->

Telaga Jonge dan sejarahnya



Telaga Jonge terletak di dusun Jonge, Desa pacarejo, Kecamatan Semanu, Gunungkidul. Danau ini memiliki luas ± 3 km2.Tempat ini merupakan objek wisata yang murah meriah bagi pengunjung baik penduduk lokal dan luar daerah. Tempat ini ramai di sore hari yang didominasi oleh muda mudi untuk menikmati keindahan tempat ini. Tempat ini juga memiliki 3 sepeda air yang dibandrol Rp.3.000,00 untuk memutari Telaga ini.

Di tempat ini juga tersedia di lapak pedagang yang menyediakan makanan ringan dan menu makan siang serta untuk mie ayam, bakso, nasi dan sebagainya.Tempat lain yang sering dikunjungi di tempat ini adalah makam seorang kyai disebelah balai atau ruang di mana orang shalat dan meminta untuk kebutuhan mereka. Hal ini juga sering digunakan untuk melakukan upacara adat seperti Janggrung dilakukan setiap 5 tahun sekali, dan juga melakukan Rasulan setahun sekali.

Hal ini dapat dikatakan sebagai tempat khusus karena air dari tempat ini atau telaga ini tidak pernah skering hanya berkurang pada saat musim kemarau, mungkin karena beberapa tempat atau wilayah disekitar tempat ini yang masih terjaga kelestariannya dicirikan oleh pertumbuhan pohon-pohon besar di sekitar danau ini, sehingga cadangan air tanah tidak pernah habis meskipun musim kemarau tiba.


Keistimewaan lain dari tempat ini adalah konon jaman dahulu digunakan sebagai tempat pemakaman untuk sapi-sapi yang meninggal karena penyakit atau lainnya. Dan tempat untuk menguburnya di tengah ditandai dengan tiang beton cor.

Semua orang yang datang ke sini harus menjaga lisan karena tempat ini adalah tempat yang penuh dengan sakral dan mistis.

Sejarah

Menurut cerita, dulu Kyai Jonge di dampingi oleh enam orang sahabatnya menyusuri pantai selatan dengan menggunakan perahu yang disebut Jung, untuk menyelamatkan diri dari kejaran prajurit Demak. Dalam usaha menyelamatkan diri itu perahu mereka tenggelam dihantam oleh ombak pantai selatan yang terkenal ganas. Namun, Kyai Jonge dengan keenam sahabatnya selamat dan terdampar di kawasan sebelah tenggara Gunung Sewu. Kebetulan tidak jauh dari tempat mereka terdampar itu terdapat pohon joho pitu yang rindang, karena itu untuk sementara mereka beristirahat dibawah pohon tersebut untuk melepas lelah.

Dari penuturan masyarakat, tempat yang dahulu untuk berteduh Kyai Jonge dengan sahabatnya dinamakan Jepitu. Setelah melepas lelah akhirnya Kyai Jonge dan enam sahabatnya berpisah untuk melanjutkan perjalanannya yang belum tentu arah tujuannya. Kyai Jonge berjalan seorang diri dan akhirnya sampai di sebuah hutan di Desa Pacareja.

Masyarakat sekitar menerima kedatangan Kyai Jonge dengan senang hati karena selama menetap di Pacareja menunjukkan tingkah laku yang baik dan suka menolong kepada sesama. Kyai Jonge adalah orang yang sakti, beliau sering menolong tetangga yang membutuhkan pertolongan. Disamping itu beliau mempunyai keahlian dalam bidang pertanian, dengan demikian hidup masyarakat setempat menjadi makmur.

Lama kelamaan kesaktian dan kemampuan Kyai Jonge di dengar sampai di luar Desa Pacarejo, yang selanjutnya diantaranya datang untuk berguru. Namun semua itu tidak dikabulkan. Setelah beliau berusia lanjut akhirnya Kyai Jonge dipanggil Tuhan dengan cara mukswa. Bekas tempat tinggal Kyai Jonge berubah menjadi sebuah telaga besar penuh air yang dapat menghidupi masyarakat. Untuk mengingat jasa beliau, kawasan tadi kemudian dinamakan dukuh Jonge, dan telaga yang menjadi sumber penghidupan masyarakat sampai sekarang dikenal sebagai Telaga Jonge.

Setiap harinya Telaga Jonge sering dikunjungi oleh para pendatang dari luar daerah. Melimpahnya air telaga dengan dikelilingi oleh pepohonan besar membuat orang yang berkunjung merasa betah, karena udaranya yang sejuk. Dalam perkembangannya Telaga Jonge oleh masyarakat sekitar dikelola sebagai objek wisata.

Meskipun digunakan sebagai objek wisata, pengunjung harus memperhatikan pantangan-pantangan yang dipercaya oleh masyarakat sekitar guna menghormati Kyai Jonge.
Menurut Ridwan, salah seorang penjaga Telaga Jonge siapa saja yang berkunjung di Telaga Jonge dilarang mengucapkan kata-kata kotor. Selain itu, khusus untuk pengunjung yang berpasangan dilarang keras untuk melakukan hubungan yang dilarang agama,misalnya berciuman serta berbuat zina.

Pernah pengunjung datang ke Telaga Jonge. Mereka bermain air, tiba-tiba seperti ada yang menarik dari dalam telaga. Sebelumnya sudah diperingatkan oleh warga sekitar untuk bertindak sopan ketika di daerah Telaga. Karena tidak menghiraukan, pengunjung itu akhirnya tenggelam. 

Anehnya ketika dicari, bahkan sampai ada yang menyelam ke dalam telaga, namun tidak juga diketemukan. Akhirnya dengan bantuan juru kunci serta sesepuh desa yang mendoakan, memintakan maaf kepada penunggu telaga, akhirnya secara tiba-tiba orang yang tenggelam muncul dari dasar telaga seperti ada yang mengangkat.

Menurut cerita penjaga telaga, orang yang kuat laku prihatin, kadang sering dijumpai Kyai Jonge. Bahkan bagi yang mempunyai kekuatan lebih bisa melihat jika di dasar telaga terdapat sebuah makam yang diyakini adalah makam Kyai Jonge.

”setiam malam jumat legi seringkali orang-orang melakukan tirakat disekitar telaga jonge. Bagi yang kuat prihatinnya, bisa melihat sosok Kyai Jonge, bahkan bisa melihat makamnya yang berada di dasar telaga.” Kata Ridwan.

Dalam setiap tahunnya, Telaga Jonge kerap digunakan untuk melakukan prosesi upacara adat.
Masyarakat sekitar maupun masyarakat dari luar daerah biasa menyebut upacara adat tersebut dengan sebutan Upacara adat bersih Telaga Jonge. Upacara adat bersih telaga Jonge diselenggarakan saat menjelang awal musim penghujan, sekitar bulan Oktober, atau Jumadhilakir bulan Jawa.

Penyelenggaraan upacara adat jatuh pada hari Jumat Legi dalam bulan tersebut. Masyarakat yang berada disekitar telaga secara bersama-sama bergotong-royong membersihkan telaga Jonge.

Upacara adat bersih Telaga Jonge mempunyai tujuan antara lain sebagai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya air telaga Jonge yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di sekitarnya. Selain itu untuk memuliakan dan menghormati Kyai Jonge yang dianggap sebagai cikal bakal dan membawa masyarakat pada hidup sejahtera.

Prosesi upacara pada malam Jumat legi menjelang dilaksanakan upacara Bersih Telaga Jonge, sudah banyak orang yang berdatangan di Telaga Jonge. Orang-orang yang datang kebanyakan berasal dari luar Desa Jonge dengan alasan-alasan tertentu.

Kebanyakan setiap orang yang datang mempunyai tujuan supaya permohonannya terkabul, saat pelaksanaan upacara mereka memberikan sesaji. Selesai memberikan sesaji mereka semedi mohon wisik atau ilham dari Tuhan melalui para leluhur atau cikal bakal yang pada waktu masih hidup dianggap memberikan kemakmuran, perlindungan dan ketentraman hidup.

Untuk meramaikan suasana pada malam menjelang pelaksanaan upacara diadakan pertunjukan kesenian. Dari penuturan masyarakat setempat malam tirakatan di sekitar Telaga Jonge dipadati para pengunjung. Kemudian pada hari Jumat Legi, kurang lebih jam 08.00 pagi, upacara diawali dengan penyembelihan kambing dan kepalanya dilemparkan ke tengah telaga. Sedang dagingnya dimasak sebagai pelengkap upacara.

Upacara Bersih Telaga Jonge biasa dilaksanakan pada Jumat sekitar pukul 13.00 siang. Prosesi Upacara ini mendapat perhatian dari semua warga dari sembilan pedusunan dan orang-orang lain yang datang dari luar daerah. Mereka masing-masing membawa kelengkapan upacara berupa sesaji nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya dan ditaruh dalam tenong. Sesaji ditempatkan berderet di lantai bale di tepi telaga untuk kepentingan upacara dan selamatan.

Sebelum acara selamatan dilaksanakan terlebih dahulu dipentaskan kesenian yang ada di daerah tersebut seperti reog, jathilan dan kesenian lain dan diakhiri hormat di depan petilasan kyai Jonge. Selesai kesenian lalu dibicakan riwayat Kyai Jonge oleh Mursono selaku juru kunci. Sebagai acara puncak adalah ikrar kenduri atau ujub kenduri dan diakhiri dengan doa secara singkat masyarakat mohon keselamatan dan di tahun mendatang Telaga Jonge tetap melimpah airnya supaya dapat menghidupi masyarakat.

Sesepuh desa atau kaum setelah selesai membacakan doa, seluruh peserta makan bersama dan dihidangkan pula gulai kambing yang telah dimasak sebelum pelaksanaan upacara. Makan bersama dalam satu ikatan keluarga Desa Jonge mempunyai kepercayaan bahwa mereka telah berbuat seperti apa yang dilakukan oleh para leluhurnya. Karena itu mereka akan mendapatkan berkah keselamatan dari Tuhan melalui Kyai Jonge seperti isi dari pesannya ”Sopo to sing biso nguri-nguri, sak dawane blarak sineret, opo sing disuwun, dijalok, bakal dikabulke.”

Masyarakat setempat masih percaya bahwa setiap orang yang akan mempunyai hajat, diwajibkan mengambil air sedikit dari Telaga Jonge sebagai ragi dalam memasak makanan. Apabila sampai lupa menurut kepercayaan makanan yang dimasak akan ngletis (tidak masak).

”Pernah, warga sini saat melakukan hajatan tidak mengambil air dari telaga. Akibatnya, nasi yang dimasak ngletis. Sejak itu setiap ada yang mau melaksanakan hajatan selalu mengambil air dari telaga, meskipun sedikit untuk sarat saja.” Jelas Supri, warga sekitar telaga.Upacara Adat Bersih Telaga Jonge akan terus dilestarikan oleh masyarakat Pacarejo sebab upacara ini adalah warisan dari para leluhur sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.


berbagai sumber.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel