-->

Bacem Ulat Jati, Kuliner Ekstrim Warga Gunungkidul



Warga mencari ulat jati dan ungkrung di hutan jati daerah Grogol I, Bejiharjo, Karangmojo, Senin (10/12/2012). Ulat Jati dan ungkrung merupakan kuliner ekstrim yang lezat.

Gunungkidul menyimpan kuliner tradisional yang cukup ekstrem. Masyarakat di sana masih mengkonsumsi belalang goreng, kumbang goreng (putul), laron, dan ulat jati beserta kepompongnya.

Di awal musim penghujan, masyarakat di hampir semua wilayah Gunungkidul mulai berburu ulat jati beserta kepompongnya yang biasa disebut ungkrung. Tentu saja untuk menemukan ulat jati dan ungkrung sangat mudah karena banyaknya hutan di kawasan ini.

Seperti yang terlihat pagi itu, beberapa orang menjinjing kantong plastik dan karung tampak berjongkok di sekitar hutan jati kawasan Grogol I, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Dengan tangan telanjang, mereka tampak sibuk memunguti sobekan daun-daun jati berwarna coklat tua. Sobekan daun jati yang berjatuhan di tanah tersebut merupakan rejeki tak ternilai.

"Kami mencari ulat jati dan ungkrung," jelas Sunaryo (50) warga Dusun Ngaliyan, Desa Nglipar Kecamatan Nglipar yang sibuk mengais dedaunan jati kepada Tribun Jogja Senin (10/12/2012).

Sunaryo mengatakan awal musim penghujan merupakan waktu yang tepat untuk mencari ulat yang berbentuk kehitaman dengan sedikit bulu dan berukuran sekitar dua hingga tiga centimeter tersebut.

Jika beruntung, kata dia, bisa menemukan ungkrung. Ungkrung merupakan kepompong yang berwarna kecoklatan. Setelah menelisik dedaunan jati tersebut, tangan Sunaryo dengan sigap memasukkan binatang tersebut ke dalam kantong plastik. "Ulat dan ungkrung ini, nanti kami makan," jelasnya sambil tersenyum.

Jika sudah terkumpul, ulat jati dan ungkrung tersebut direbus dengan air mendidih. Bagi yang takut alergi, kata dia, bisa ditambahkan dengan arang saat direbus. Arang tersebut dipercaya mampu mengurangi kadar racun dari ulat tersebut.

"Biasanya paling nikmat jika dibumbu bacem," katanya. Sunaryo menambahkan makanan tersebut sudah menjadi tradisi di keluarganya sejak kecil. Ia juga mengatakan kandungan gizi dan protein yang dikandung dari ulat jati dan kepompongnya juga cukup tinggi. Namun demikian, tidak semua orang bisa menikmatinya. Lantaran jika tidak cocok bisa menimbulkan alergi atau gatal-gatal.

Sunaryo menambahkan, agar lebih nikmat, ungkrung atau ulat yang sudah dibacem bisa disuguhkan sebagai kudapan ataupun sebagai lauk dengan nasi yang hangat. Makanan ekstrem tersebut menurutnya lebih nikmat jika dicampurkan dengan nasi tiwul. "Khas makanan Gunungkidul jadinya," ucapnya.

Pencari ulat jati dan ungkrung lainnya, Yanti mengaku harga jual ulat jati atau ungkrung per kilonya cukup menjanjikan. Harganya mencapai Rp 60 hingga 70 ribu. Baginya mencari ulat jati dan ungkrung, sudah menjadi hiburan tersendiri. "Bahkan kami sampai-sampai lupa punya hutang," jelasnya sambil tersenyum.

Kelezatan dari ulat jati dan ungkrung ini juga dikenal oleh orang luar daerah. Candra Rini (23), warga Pundong, Kabupaten Bantul juga menyukai makanan ini. Ia sengaja membeli setengah kilogram ulat jati dari daerah Panggang, Gunungkidul. "Rasanya enak dan gurih. Meski sebelumnya geli melihat bentuknya," tandasnya.(Agung Ismiyanto)

TRIBUNJOGJA/AGUNG ISMIYANTO

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel