-->

Belalang Goreng, Kuliner Khas Gunungkidul


Belalang siap disantap

Berburu wisata kuliner jadi hal wajib bagi kebanyakan traveler. Jika sedang traveling ke Gunungkidul, jangan lewatkan mencicipi belalang goreng. Rasanya yang gurih bisa membuat Anda ketagihan. Kriuk!

Mungkin tak banyak yang tahu kalau belalang ternyata bisa diolah menjadi kuliner yang lezat. Selain itu, belalang juga kaya akan protein yang bisa menjadi pengganti lauk pauk, seperti ayam dan ikan.

Keanekaragaman Indonesia tercermin dalam berbagai hal, salah satunya dalam segi makanan. Jika pergi ke luar negeri, Anda akan merasakan betapa kayanya jenis makanan yang ada di Indonesia dibandingkan dengan negara lain.

Betapa makanan yang ada di Nusantara itu beraneka rasa, warna, rupa bahkan makna. Kondisi dan hasil alam Indonesia yang bervariasi tampaknya memberikan pengaruh pada keragaman makanan yang ada ini.

Belalang Goreng

Saya ingin bercerita sedikit tentang salah satu makanan nusantara, yakni belalang goreng atau walang goreng dalam Bahasa Jawa. Ini adalah salah satu makanan khas yang ada di Kabupaten Gunungkidul, DIY, selain gaplek, tiwul dan gatot.

Saya pertama kali mencicipi belalang goreng saat melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di Saptosari, Gunungkidul tahun 2005. Awalnya memang terdengar aneh, namun karena penasaran, akhirnya pada saya mencicipi juga.

Belalang memang banyak dijual di wilayah Gunung Kidul. Kalau berkunjung ke sana, Anda bisa menemukan para pedagang mangkal di beberapa tempat, untuk menjajakan binatang yang suka meloncat-loncat ini.

Belalang

Sebut saja di daerah Paliyan, dekat Saptosari. Jika ingin berkunjung ke Pantai Ngrenehan atau Pantai Baron, persis di depan tempat yang sering dijadikan untuk latihan tentara, Anda bisa menemukan penjual belalang.

Tempat lainnya adalah di wilayah Semanu. Kabarnya juga ada di tempat lain. Tapi hanya di kedua daerah ini yang pernah saya lihat secara langsung. Biasanya mereka berjualan dengan cara menggantungkan rentengan belalang yang masih hidup. Kemudian ditusuk dalam satu potongan bambu atau tali rafia pada kayu atau pada sepeda onthelnya.

Setelah digoreng, belalang memang terlihat menggelikan seperti kecoa. Tapi janganlah menilai dari luarnya saja. Cobalah cicipi satu, Anda pasti akan menggambil untuk kedua kalinya. Setelah yang kedua dan ketiga kalinya pasti ketagihan sampai tak terasa belalang goreng ini habis. Rasanya seperti menggigit cangkang kepiting goreng, garing. Kriuk-kriuk!

Belalang dibersihkan sebelum diolah

Dulu kami makan belalang ini ditemani nasi putih dan sambal bawang. Kadang kami juga menikmatinya dengan sambal kecap, yaitu campuran kecap dan irisan lombok. Namun, tak jarang pula kami memakan layaknya cemilan sambil nonton TV atau VCD.

Jangan tanya soal rasanya, karena sangat guriiiih. Hanya sayang, saya memiliki alergi yang menyebabkan badan langsung bentol-bentol, dan gatal setelah makan belalang ini.

Tapi saya tak kehabisan akal. Setiap seminggu sekali kami diberi kesempatan meninggalkan lokasi KKN untuk kembali ke kota. Pada saat itulah aku suka membeli CTM (obat anti alergi) untuk mengusir bentol-bentol sehabis makan belalang.

Cara membuat belalang goreng ini sangatlah gampang. Saya ingat betul bagaimana dulu sering diminta untuk membantu ibu pemilik pondokan KKN saya memasak belalang.

Sehabis dibeli dari penjualnya, belalang disiram dengan air panas mendidih. Setelah semuanya mati, belalang dibersihkan dari bulu-bulu yang melekat. Kemudian, satu per satu sayapnya juga, beserta kepalanya.Â

Selanjutnya, belalang dicuci kembali sampai bersih dan direndam dalam air racikan. Air racikan ini bisa air garam atau bumbu instan. Barulah kemudian belalang yang sudah bersih digoreng dalam minyak panas.

Belalang yang dimakan ini biasanya jenis belalang kayu, yaitu belalang yang suka menempel di pohon jati, yang banyak tumbuh di Gunung Kidul. Biasanya banyak ditemukan pada saat musim kemarau.Â

Sesekali saya ikut anak-anak kecil di desa tempat KKN untuk jalan-jalan untuk menangkap belalang ini. Menangkapnya bisa hanya dengan tangan kosong, pakai lem tikus yang dibalurkan pada batang bambu, atau dengan jaring yang dipasang pada ujung bambu.

Kadang saya suka jadi bahan tertawaan anak-anak karena sering gagal menangkap belalang. Memang harus diakui kalau anak-anak ini lebih kompeten untuk urusan tangkap-menangkap belalang. Di musim hujan pun belalang masih bisa ditangkap. Biasanya dilakukan pada malam hari dengan membawa senter. Namun saya belum pernah mencobanya.

Belakangan saya baru tahu kalau belalang punya kandungan protein yang tinggi. Bahkan, lebih tinggi dari makanan penghasil protein lain seperti udang, telur ayam, daging ayam atau bahkan daging sapi. Cocok untuk dijadikan alternatif memenuhi kebutuhan protein yang murah meriah.

Belalang biasanya dijual rentengan dalam keadaan masih hidup. Harganya bervariasi tergantung berapa ekor jumlahnya dalam satu renteng. Untuk yang 100 ekor satu renteng dijual seharga Rp 30.000. Untuk yang 150 ekor harganya Rp 45.000.Â

Terlalu banyak? Anda juga bisa membelinya dalam jumlah sedikit. Untuk belalang 50 ekor dijual seharga Rp 15.000. Cukup terjangkau bila dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya.

Kalau malas memasak, cukup bilang saja kepada si penjual belalang. Biasanya dia akan membawa pembeli ke rumah warga yang berada di sekitar sana. Mereka akan memasaknya untuk Anda.Â

Mau dimakan di tempat atau dibawa pulang, terserah Anda. Dengan membayar ongkos masak sekitar Rp 15.000 ditambah harga lain untuk teman makan, Anda sudah bisa memupus rasa penasaran untuk makan belalang ini.

Menu lain yang biasa dipakai untuk menemani belalang goreng

Untungnya sekarang juga sudah banyak orang berjualan belalang goreng dalam kemasan plastik atau toples. Dari penjual belalang rentengan yang ada di Paliyan atau Semanu, Anda bisa menuju ke Wonosari tepatnya di Jalan KH Agus Salim.

Di sana ada banyak pedagang yang menjual belalang kemasan. Harganya murah mulai dari Rp 5.000 hingga puluhan ribu untuk satu kemasannya. Di situ juga sudah banyak rumah makan yang menyediakan lauk belalang.

Selain dengan nasi putih, turis juga bisa memakannya dengan tiwul (pengganti nasi khas Gunungkidul berbahan dasar singkong), atau nasi merah. Traveler juga tak perlu khawatir karena belalang ini dihalalkan kok.

Penasaran? Tunggu apa lagi, ayo segera meluncur dan penuhi kebutuhan protein tubuh Anda dengan memakan belalang khas Gunungkidul!

Yogi Ariwibowo - d'Traveler

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel