-->

Wisata Gunungkidul : Pantai Ngobaran, Pantai Dengan Peninggalan Budaya yang Unik

Pantai Ngobaran dikenal sebagai tempat ritual berbagai penganut agama atau kepercayaan. Di kawasan ini terdapat tempat-tempat peribadatan seperti masjid yang berdiri berdampingan dengan pura menghadap ke arah pantai selatan, serta tempat ibadah berbagai aliran kepercayaan seperti Kejawen dan Kejawan. Selain itu, di kawasan pantai ini juga terdapat beberapa arca dan stupa yang sering dijadikan tempat upacara keagamaan.

Di puncak bukit karang yang terletak di sekitar Pantai Ngobaran terdapat sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Kotak batu yang berada di depan sebuah rumah Joglo ini dikelilingi oleh pagar kayu berwarna abu-abu. Konon, tepat di mana tanaman kering itu tumbuh merupakan tempat Prabu Brawijaya V membakar diri.

Sejarah

Pantai Ngobaran terletak di Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Untuk dapat menuju ke pantai ini, Anda harus melalui pintu masuk area wisata pantai Gunungkidul sebelah barat. Medan yang harus dilalui pun cukup sulit, dimana jalan yang kecil dan beberapa berlubang, membuat tim kami tidak bisa melaju dengan bebas di jalanan.

Namun benar apa kata pepatah. Berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita kemudian. Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Sesampainya di tempat parkir, tim kami langsung seakan-akan ternganga melihat apa yang ada di depan kami. Ternyata memang benar di pantai ini ada candinya. Candi di pinggir pantai adalah sebuah pemandangan yang di Gunungkidul hanya Ngobaran-lah yang memilikinya. Tentunya itu menyimpan cerita tersendiri yang kita bahas nanti.

Setelah meminum habis es kelapa muda seharga Rp. 7.000,00 di Pantai Ngobaran, kami lalu lanjut berkeliling candi. Waktu kami kesana, jalan masuk utama ke candi sedang direnovasi, sehingga kami masuk lewat samping. Berikut adalah foto pintu masuk candinya.



Suasana terasa berbeda dari pantai-pantai lain di Gunungkidul yang sudah pernah kami kunjungi. Pantai ini seperti memiliki daya magis untuk membuat suasana terasa hening, meskipun pada saat kami kesana, juga banyak pengunjung yang datang selain kami. Memasuki area candi, mata kami langsung tertuju pada sebuah batu seperti semacam prasasti.



Prasasti tersebut kurang lebih berbunyi seperti ini :

IKRAR KSATRYA
AUM SWASTY ASTU
GUSTI INGKANG MAHA SUCI, MAHA AGUNG, MAHA KUASA
SANG AKARYA JAGAD, SAK KABEHING ISINE, SAK LUMAHING BUMI, SAK KUREBING LANGIT

AUM AWI GNAM ASTU
NAMO CIVA YA BUDAYA
YA NAMA NAMAH SWAHA
AKU BERSUMPAH SETYA DAN PATUH :
  1. MENGHORMATI, MENJUNJUNG TINGGI DAN BERBAKTI KEPADA PARA LELUHUR CIKAL BAKAL BANGSAKU SENDIRI
  2. MENGHORMATI, DAN MENJUNJUNG TINGGI TRIMURTI AJARAN KEPERCAYAAN LELUHUR CIKAL BAKAL BANGSAKU SENDIRI
  3. MENGHORMATI, MENJUNJUNG TINGGI DAN MENJAGA BUMI PERTIWI, TANAH TUMPAH DARAH PARA LELUHUR CIKAL BAKAL BANGSAKU SENDIRI
TANPA PAMRIH
AUM SHANTY SHANTY SHANTY AUM
RAHAYU RAHAYU RAHAYU

NGOBARAN

RARA CEKAR ARUM (RARA JONKGRANK), KEJAWAN A.A. BAKA CINKHAPADU (AGUNK RIYADI), CANKGRAMA VIJAYA TUNGGA DEVI (DEVI KILISUCI)

BERKAT RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
TELAH DIBANGUN OLEH RAKYAT INDONESIA
TEMPAT ZIARAH :
LELUHUR CIKAL BAKAL BANGSA INDONESIA
DAN KAMUKSAN PRABU BRAWIJAYA V
RAJA MAJAPAHIT VII
PADA BULAN SURO

DIRESMIKAN PADA HARI SELASA LEGI, TGL. 17 AGUSTUS 2004
ATAS NAMA RAKYAT INDONESIA


KEJAWAN

Menurut cerita masyarakat setempat, Prabu Brawijaya V atau juga dikenal sebagai Bhre Kertabhumi yang merupakan raja terakhir Majapahit, melarikan diri bersama kedua istrinya, Bondang Surati (Istri Pertama) dan Dewi Lowati (Istri Kedua), karena tidak ingin berperang melawan anaknya sendiri yang ingin menguasai Majapahit, yang bernama Raja Fatah, Raja I Demak. Brawijaya berkelana kesana kemari untuk menghindari kejaran putranya sendiri tersebut.

Ketika tiba di daerah pantai yang kini bernama Pantai Ngobaran, mereka menemui jalan buntu. Mereka dihadang oleh ombak laut selatan yang sangat ganas kala itu. Akhirnya Brawijaya V memutuskan untuk moksa dengan cara membakar diri. Sebelum menceburkan diri ke dalam api yang telah dia persiapkan, ia bertanya kepada dua istrinya. "Wahai istriku, Siapa diantara kalian yang paling besar cintanya kepadaku?", Dewi Lowati menjawab, "Cinta saya kepada Tuan sebesar gunung". Sedangkan Bondang Surati menjawab, "Cinta saya kepada tuan, sama seperti kuku ireng, setiap selesai dikethok (dipotong), pasti akan tumbuh lagi."

Setelah mendengar jawab dari kedua istrinya, Brawijaya V langsung menarik tangan Dewi Lowati, lalu menceburkan diri ke dalam api yang membara. Pada saat itulah, keduanya tewas dan hangus terbakar. Prabu Brawijaya memilih  Dewi Lowati karena cinta istri keduanya itu lebih kecil daripada cinta istrinya yang pertama. Dari peristiwa membakar diri inilah, kawasan ini diberi nama Ngobaran. Ngobaran berasal dari kata kobong atau kobaran, yang berarti terbakar atau membakar diri.

Kebenaran cerita tentang Prabu Brawijaya V yang membakar diri ini masih diragukan oleh sebagian pihak. Menurut keterangan dari sebagian masyarakat setempat yang diperoleh dari orangtua mereka, Prabu Brawijaya V sebenarnya tidak meninggal di kawasan Pantai Ngobaran. Pada saat peristiwa tersebut, ada seorang warga yang menyaksikan bahwa yang menceburkan diri ke dalam api bukanlah Brawijaya V dan istrinya, akan tetapi hanya anjing peliharaannya saja. Pendapat ini dikuatkan dengan ditemukannya petilasan (jejak berupa tulang belulang) sisa kobaran api yang ternyata bukan tulang belulang manusia, melainkan belang yoyang (tulang belulang anjing).

Cerita versi lain mengatakan bahwa Brawijaya V melakukan moksa (hilang) di Puncak Gunung Lawu. Menurut para sejarawan, versi ini sesuai dengan fakta sejarah. Kenyataan menunjukkan bahwa memang Brawijaya V enggan masuk Islam dan tidak mau berperang melawan putranya sendiri sehingga ia meninggalkan istana menuju Blambangan dan kemudian mengasingkan diri di Puncak Gunung Lawu bersama dua orang abdinya Dipa Manggala dan Wangsa Manggala. Di puncak Gunung Lawu itulah Brawijaya moksa dan musnah bersama kedua abdinya. Dengan musnahnya Brawijaya V, maka sirnalah Kerajaan Majapahit, yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi.

Entah versi mana yang benar, namun masyarakat sekitar Pantai Ngobaran tetap mempercayai bahwa Brawijaya V pernah pernah meninggalkan jejak di Pantai Ngobaran sehingga kawasan ini menjadi salah satu obyek wisata petilasan atau wisata ritual yang ada di Gunungkidul. Penganut Kejawan yang merupakan aliran kepercayaan peninggalan Prabu Brawijaya V sering melakukan ritual di kawasan ini. Selain itu, penganut Hindu juga sering mengadakan upacara Galungan setiap bulan purnama dan upacara Melastri dalam rangkaian upacara Hari Raya Nyepi. Begitu pula penganut kepercayaan Kejawen, setiap malam Selasa dan malam Jumat Kliwon mengadakan ritual di kawasan pantai ini.

Di sebelah utara candi yang ada di Ngobaran ini, Anda akan menemukan sebuah mushola/masjid berukuran kurang lebih 3 x 4 meter. Keunikan mushola ini adalah karena arah kiblatnya menghadap ke selatan. Namun bagi para pengunjung yang ingin melaksanakan sholat tidak usah bingung dengan arah kiblatnya, karena di dalam mushola tersebut telah diberi petunjuk arah kiblat yang benar.
Pantai Ngobaran memang mempesona mata siapapun yang memandangnya, dan ini adalah beberapa foto yang berhasil tim pariwisatagunungkidul.com abadikan.



Dari Candi diatas, kita dapat menuruni tangga yang menuju ke bawah, ke arah bebatuan karang di Pantai Ngobaran ini.


Tebing yang tinggi menjulang dapat kita saksikan begitu menakjubkan dari bawah. Seakan-akan kita tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan gagahnya tebing ini.



Air lautnya yang jernih dan seakan-akan terlihat biru di mata, membuat kami ingin menceburkan diri merasakan dinginnya air disini. Namun hal itu tidak mungkin, mengingat daratan ini dipenuhi dengan batuan-batuan karang.



Jika berkunjung ke pantai ini disaat air laut sedang surut (sekitar pukul 06.00 - 11.00 WIB), Anda akan melihat beberapa penduduk yang sedang mencari rumput laut. Kita dapat membelinya untuk diolah sendiri dengan harga yang murah, yaitu sekitar Rp. 1.500,00 - Rp. 2.000,00/kg. Pada sore hari masyarakat sekitar biasanya mencari beragam biota laut seperti landak laut, bintang laut, lobster, dan kerang-kerangan. Biota laut tersebut biasanya hidup di kolam-kolam mini yang berada di sekitar batu karang.

Seakan tidak lengkap jika kita berkunjung kesini tanpa menikmati hidangan khas yang disediakan di pantai ini, yaitu Landak Laut Goreng. Menurut penduduk setempat, daging landak cukup kenyal dan lezat rasanya. Cara menyantapnya pun unik, yaitu dengan cara duri landak dikepras (dibersihkan) dahulu, kemudian dipecah dengan sabit hingga dagingnya terlihat, lalu dagingnya dicongkel.

jogjatrip.com
pariwisatagunungkidul.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel