-->

Tentang Cupu Panjolo

cupu panjolo

Tengah malam ribuan orang menunggu detik-detik yang cukup menegangkan di rumah Bapak Dwijo Sumarto, Desa Mendak, Girisekar.  Bau kemenyan membuat suasana terasa mistis.  Tiba-tiba terdengar suara ketika lapisan kain mori atau bahasa indonesia kain kafan yang tak bisa dibilang putih lagi itu satu persatu dibuka.  Sontak, semua orang berebutan untuk melihat gambar kain mori ketika seorang bapak memperlihatkan gambar yang ada di kain itu.

Kurang lebih itulah gambaran yang selalu ada di rumah bapak Dwijo Sumarto, ahli waris kyai Panjala.  Acara yang di helat setiap pasaran Kliwon di penghujung musim kemarau pada bulan Ruwah (dalam kalender Hijriyah bulan Sya’ban) ini selalu dinanti-nanti oleh masyarakat yang datang tak hanya berasal dari wilayah Gunungkidul saja tetapi juga berasal dari beberapa wilayah lain disekitar propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan ada yang berasal dari Surabaya, Bandung, Jakarta, Bogor.

Acara ini lebih dikenal sebagai acara pembukaan Cupu Panjala, Cupu Panjala adalah tiga buah cupu yang disimpan dalam sebuah kotak kayu yang berukuran kurang lebih 20x10x7 cm dan dibungkus dengan ratusan lembar kain mori.  Selanjutnya cupu ini disimpan di dalam sebuah ruangan yang tak boleh dimasuki oleh siapa pun selama setahun sampai dengan acara pembukaan cupu panjala berikutnya digelar kembali.

Sejak dimulai pembukaan Cupu Panjala pertama kali, benda ini telah mengalami 3 kali perpindahan sesuai dengan pemukiman para ahli wari dari kyai panjala. Cupu Panjala diwariskan secara turun-temurun dari generasi tertua ke generasi berikutnya yang lebih muda.  Sejak tahun 1957 sampai sekarang.  Cupu panjala berada di desa Mendak, Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul tepatnya di rumah Bapak Dwijo Sumarto yang merupakan menantu dari generasi ke 7 dari trah kyai Panjala.

Dari tahun ke tahun, jumlah masyarakat yang datang untuk melihat secara langsung prosesi pembukaan Cupu Panjala selalu meningkat karena tidak ada larangan bagi siapapun yang datang.  Masyarakat yang datang banyak yang membawa ayam jago dan beberapa bahan makanan yang nantinya akan dimasak dan dimakan oleh semua orang yang datang di acara pembukaan Cupu Panjala.  Mereka yang membawa ayam dan bahan makanan biasanya adalah orang-orang yang membayar nazar karena keinginannya terkabul (sebagai ungkapan rasa syukur) berkat ramalan cupu panjala.  Selain itu, makanan juga datang dari orang-orang yang mempunyai hajat (keinginan) atau meminta berkat dari Cupu Panjala.

Besarnya sambutan masyarakat yang datang di acara pembukaan Cupu Panjala tak lepas dari keyakinan sebagian masyarakat yang mempercayai bahwa gambar yang terlihat dalam lapisan kain mori merupakan ramalan yang bisa dipercaya.  Gambar tersebut diterjemahkan dan dianggap sebagai ramalan yang dihubungkan dengan keadaan sosial, perekonomian, lingkungan hidup (alam), bahkan perpolitikan.  Padahal jika ditilik dari segi sejarah, awalnya pembukaan Cupu Panjala dilakukan sebagai upaya untuk meramal kondisi pertanian.

Sejarah

Prosesi pembukaan Cupu Panjala dimulai dari kisah Kyai Panjala.  Konon ini bermula ketika seorang bapak yang merupakan murid Sunan Kalijaga kehilangan anaknya dilaut.  Melihat sang murid tertimpa musibah, Sunan Kalijaga berusaha membantu dengan berpesan agar selama proses pencarian dilaut, sang bapak harus berpuasa tujuh hari tujuh malam, membawa segenggaman nasi, dan jala.  Pesan Sunan Kalijaga dipatuhi oleh sang murid.

Ketika jala dilemparkan ke laut, sang bapak akhirnya dapat menemukan anaknya berikut barang berharga yang ikut terjala.  Slah satu barang berharga tersebut cupu.  Sang anak yang ketika ditemukan dalam kondisi terjala akhirnya diberi nama kyai panjala.  Sedangkan cupu yang ditemukan disebut Cupu Panjala. Cupu yang berhasil ditemukan kemudian dibungkus dengan kain mori karena diyakini merupakan barang berharga dan bertuah.  Setelah dibungkus dengan kain ori yang berbentuk cawan kecil tersebut kemudian disimpan dilemari.  Cupu yang disimpan berjumlah tiga buah dan diberi nama Kyai Semar Tinandu, Kyai Palang Kinantang, dan Kyai Kethiwiri.

Beberapa saat kemudian, cupu yang tersimpan di lemari di buka.  Ketika cupu dibuka ditemukan tanda-tanda bercak air yang menempel di lapisan kain mori.  Tanda-tanda ini nampak seperti gambar dan dibaca untuk memprediksikan situasi pertanian.  Tak jarang dalam setiap pembukaan Cupu panjala ditemukan pula beberapa benda seperti jarum, gabah kering, kulit kacang, dan lain sebagainya.  Benda-benda ini juga diterjemahkan sebagai satu rangkaian pendukung ramalan.


Biasanya sebelum dan sesudah prosesi pembukaan Cupu Panjala diadakan acara kenduri masal (dhahar kembul atau makan bersama) sebagai wujud ngalap berkah (mendapatkan berkah).  Menu makanan dalam dhahar kembul tersebut terdiri dari nasi uduk (nasi gurih) dengan lauk ayam ingkung (ayam yang diolah secara utuh), srundeng (kelapa yang diparut kemudian digoreng), dan lalapan.  Pengunjung yang datang ke lokasi Pembukaan Cupu Panjala diwajibkan untuk dhahar kembul (dengan syarat satu piring dimakan untuk 2-3 orang).

pariwisatagunungkidul.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel